Medan – Dinas Kesehatan Kota Medan mencatat total 9.883 kasus HIV/AIDS ditemukan di wilayah ini sejak tahun 2006 hingga 2024. Data ini disampaikan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Medan, dr. Pocut Fatimah Fitri, MARS, pada Senin (23/6/2025).
Menurut dr. Pocut, lonjakan signifikan kasus terjadi dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak tahun 2021. Tahun 2023 menjadi tahun dengan penemuan kasus tertinggi, mencapai 1.800 kasus baru. Meskipun terjadi sedikit penurunan pada tahun 2024 menjadi 1.696 kasus, jumlah tersebut tetap menunjukkan angka prevalensi yang tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Peningkatan ini bukan semata-mata karena meningkatnya penularan, tetapi juga karena meluasnya jangkauan layanan tes dan perubahan sistem pencatatan. Saat ini, semua kasus positif HIV yang ditemukan di fasilitas kesehatan di Kota Medan langsung tercatat dalam aplikasi SIHA 2.1, tanpa memisahkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari luar kota,” jelasnya.
Kelompok Usia dan Risiko Tertinggi
Sebagian besar kasus HIV ditemukan pada kelompok usia produktif 25–49 tahun. Berdasarkan pemantauan Dinas Kesehatan, kelompok laki-laki seks dengan laki-laki (LSL) menjadi kelompok risiko tertinggi dengan kontribusi 46,2% dari total kasus. Disusul kelompok “lain-lain” (26,3%) yang mencakup berbagai faktor risiko seperti hubungan seksual tanpa kondom, transfusi darah, dan penggunaan jarum suntik tidak steril. Sementara itu, penderita tuberkulosis (TB) menyumbang 12,3% dari total kasus, mengingat keterkaitan erat antara HIV dan lemahnya sistem kekebalan tubuh.
Hingga triwulan pertama tahun 2025, Dinkes Medan telah mencatat 398 kasus baru. Angka ini menunjukkan bahwa penularan masih tinggi di tengah masyarakat.
Strategi Penanggulangan
Untuk menekan angka penularan, Dinas Kesehatan Kota Medan telah menerapkan sejumlah strategi, antara lain:
- Perluasan layanan tes HIV dan terapi ARV (Antiretroviral) di berbagai fasilitas kesehatan.
- Penyediaan pemeriksaan viral load gratis untuk memantau efektivitas pengobatan.
- Edukasi masyarakat melalui media daring dan layanan Puskesmas untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV).
- Kolaborasi lintas sektor dengan organisasi profesi, komunitas HIV, Kementerian Agama, dan lembaga pemerintah pusat.
- Penyediaan logistik melalui sumber dana APBN, DAK, BOK, dan hibah.
- Skrining HIV bagi calon pengantin yang telah diberlakukan sejak 2016.
- Pencatatan dan pelaporan kasus berbasis web melalui aplikasi SIHA 2.1.
Klasifikasi Risiko
Dinkes Medan juga mengelompokkan risiko penularan HIV sebagai berikut:
- Risiko tinggi: LSL, populasi umum, penderita TB, pasangan ODHIV, pelanggan pekerja seks.
- Risiko sedang: Ibu hamil, orang dengan infeksi menular seksual (IMS), pekerja seks, waria.
- Risiko rendah: Anak ODHIV, warga binaan, calon pengantin, pengguna narkoba suntik.
Edukasi Pencegahan: Prinsip ABCDE
Sebagai bagian dari kampanye edukasi, masyarakat diimbau untuk menerapkan prinsip pencegahan HIV dengan pendekatan ABCDE:
- A (Abstinence): Menjauhi perilaku seksual berisiko.
- B (Be faithful): Setia pada satu pasangan.
- C (Condom): Gunakan kondom saat berhubungan berisiko.
- D (No Drugs): Hindari penggunaan narkoba.
- E (Education): Tingkatkan pemahaman tentang HIV dan cara pencegahannya.
Dinkes Kota Medan juga mengajak seluruh lapisan masyarakat, tenaga kesehatan, dan tokoh masyarakat untuk bersatu menurunkan angka penularan dan menghapus stigma terhadap ODHIV.
“Himbauan juga kami sampaikan kepada para orang tua agar memberikan pendidikan seks yang benar kepada anak-anak mereka, terutama remaja putra, serta membekali mereka dengan nilai-nilai agama agar terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh Allah,” pungkas dr. Pocut.